Paradigma

Kamis, 14 Juli 2011

Paradigma
Sebagai organisasi pergerakan, PMII harus tetap menujukkan sifat kohesinya terhadap segala bentuk ketidak adilan,. Untuk itu diperlukan adanya paradigma organisasi terhadap segala bentuk ketidak adilan & segala bentuk perubahan perilaku individu, masyarakat, negara & dunia. Membangun paradigma pergerakan memang sesulit membaca kenyataan yang semstinya menjadai pijakan paradigma itu. Paradigma yang baik adalah paradigma yang mampu menjadikan sejarah sebagai bahan penyusun yang dipadukan dengan kenyataan hari ini. Dengan selalu berangkat dari kenyataan riil, kita akan mampu menagkap struktur apa yang sat ini sedang bergerak & pergerakan yang kita jalankan akan mampu memutus roda-gila (free wheel) peradaban yang hegemonik. Selama ini nalar mainstream yang digunakan dalam penyusunan paradigma PMII adalah nalar yang berangkat dari asumsi yang belum tentu terkait dengan kenyataan yang sehari-hari terjadi. Jadi konsep ideal (logos) itu dianggap lebih penting & ideal daripada kenayataan. Pertanyaanya kemudian, apakah Paradigma Kritis Transformatif (PKT) masih relevan untuk menatap realitas perubahan saat ini?. Jawabnya masih relevan, hanya problemnya terletak pada cara pandang dalam menatap sebuah realitas kekinian saja. Namun perdebatan tentang layak tidaknya PKT tersebut dirubah atau tidak forum Muspimnas bukanlah merupakan forum yang legitimate untuk merubah PKT tersebut & hanya forum kongres lah yang legitimate untuk merubah paradigma PKT tersebut.
1) Namaun beberapa catatan yang harus diingat tentang paradigma itu anatara lain :
Paradigma tidak boleh resisten terhadap segala bentuk gejala & perubahan siklus dan perilaku individu, masyarakat, negara & dunia. Jika PMII tidak ingin tergilas oleh roda gila yang sedang berjalan, yaitu globalisasai.
2) Paradigma harus disertai dengan contigency plan yang dapat menyelamatkan organisasi dalam situasi apapun.
3) Paradigma yang didorong oleh startegi, sehingga pardigma tidak dianggap suatu yang baku.

0 komentar:

Posting Komentar